Selamat Datang di Blog Saya

Kamis, 13 Juli 2017

Shalat Wajib dan Sunnah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Shalat Merupakan salah satu ibadah yang paling mulia dan paling dicintai oleh Allah. Bahkan, Nabi saw. Sendiri telah menegaskan tentang kedudukan shalat dalam agama, yaitu, dalam sabda beliau yang berbunyi : “Shalat merupakan  tiang agama.”  Nabi sendiri disuruh Allah untuk melakukan Shalat lima waktu pada saat Isra’ Mi’raj. itu merupakan perintah langsung dari Allah untuk Nabi dan wajib disampaikan kepada umat-Nya.
Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah manusia mengucapkan dua kalimat Syahadat, dari kelima rukun Islam tersebut, yang harus dilakukan oleh manusia setiap hari adalah Shalat. Seperti yang dikatakan Rasulullah bahwa Shalat merupakan tiang agama, berarti apabila kita lalai menjalankan sholat satu kali pun, kita bisa meninggalkan ajaran agama kita, dan itu kita berarti melanggar ajaran agama. Melanggar suatu apapun itu merupakan perbuatan dosa, apalagi melanggar ajaran-ajaran agama kita. Sesibuki apapun kita, kita harus melaksanakan sholat, apabila kita meninggalkannya maka sholatnya harus diQadha’ atau dibayar pada hari yang lainnya. Dan apabila kita melakukan suatu perjalanan yang jauh, maka sholatnya harus di Jama’, dengan sholat jama’ dapat meringankan perjalanan kita karena dilakukan dengan masing-masing dua rakaat.
Disini kami pemakalah akan membahas tentang yang telah disampaikan diatas, yaitu hadits tentang shalat, shalat wajib dan sunnah. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua agar kita semua dapat menjalankan shalat dengan khusyu’.
B.     Rumusan Masalah
1.      Berapa jumlah shalat wajib ?
2.      Apa saja macam-macam shalat sunnah?
3.      Bagaimana kedudukan shalat sunnah terhadap shalat wajib?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui jumlah shalat wajib
2.      Untuk mengetahui macam-macam shalat sunnah
3.      Untuk mengetahui kedudukan shalat sunnah terhadap shalat wajib

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Jumlah dan Dalil Shalat Wajib
1.      Shalat Lima Waktu
Semua umat Islam yang sudah baligh diwajibkan melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Shalat lima waktu dimulai dari shalat zhuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh. Begitu juga dengan shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib juga harus di laksanakan untuk menyempurnakan ibadah yang kita lakukan.
Namun sebelum melaksanakan shalat, hal-hal yang wajib dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1.      Membersihkan diri dari hadas kecil dengan berwudhu, dan hadas besar dengan mandi janabat.
2.      Semua tempat ibadah shalat, pakaian yang dikenakan harus terbebas dari benda-benda najis, baik benda cair maupun benda padat. Benda-benda najis yang dimaksudkan adalah buang air kecil, buang air besar, madzi, darah haid, dan darah nifas.
Setelah berwudhu atau mandi janabat, semua tempat dan pakaian telah suci, semua shalat harus dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam. Adapun shalat yang diwajibkan hanya ada lima macam, yaitu sebagai berikut:
1.      Shalat Zhuhur.
Shalat zhuhur diwajibkan sebanyak empat rakaat dengan dua kali duduk At-Tahiyat, waktunya antara pukul 12.30 sampai dengan pukul 15.00. waktu shalat zhuhur ini berubah-ubah, bergantung pada perubahan peredaran bumi yang mengelilingi matahari. Akan tetapi dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa waktu shalat zhuhur adalah pada saat tergelincir matahari. 
2.      Shalat Ashar
Shalat ashar diwajibkan sebanyak empat rakaat , dua kali duduk At-Tahiyat, waktunya setelah waktu zhuhur habis, antara pukul 15.30 sampai 17.30.
3.      Shalat Maghrib
Shalat maghrib diwajibkan sebanyak tiga rakaat, dilaksanakan mulai terbenam matahari antara pukul 18.00-18.30 hingga sebelum tiba waktu isya.

4.      Shalat Isya
Shalat isya diwajibkan sebanyak empat rakaat, dua kali duduk At-Tahiyat, waktunya setelah habis waktu maghrib sampai sebelum datangnya waktu subuh.
5.      Shalat Subuh
Shalat subuh diwajibkan sebanyak dua rakaat, dilaksanakan pada waktu fajar shidiq, yakni antara pukul 04.20-06.00, sampai dengan sebelum terbit matahari pagi.
Khusus pada hari Jum’at, laki-laki diwajibkan melaksanakan shalat jumat berjamaah sebanyak dua rakaat. Perintah shalat jumat berdiri sendiri, yaitu dalam Al-Qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 9 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
Hadis Nabi Muhammad saw. Menjelaskan sebagai berikut yang artinya: “Shalat Jum’at itu wajib bagi semua muslim dengan cara berjamaah, kecuali empat macam orang: (1) hamba sahaya; (2) perempuan; (3) anak-anak; (4) orang yang sedang sakit.” (H.R. Abu Daud dan Al-Hakim).
Perempuan tidak diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at berdasarkan hadis diatas. Ada yang berpendapat bahwa perempuan boleh melakukan shalat jum’at dengan dua cara:
1.      Semua perempuan berjamaah di masjid, yang menjadi imam dan khatibnya pun perempuan.
2.       Perempuan menjadi makmum dibelakang laki-laki dengan tidak menyatukannya. Jarak antar makmum laki-laki dan perempuan ditutup dengan kain penutup ayau dengan penghalang lainnya, sehingga tidak ada pandangan langsung dari laki-laki kepada jamaah perempuan.
Pendapat yang membolehkan perempuan menunaikan shalat jum’at adalah ayat Al-Qur’an yang mewajibkan shalat jum’at ditujukan kepada umum, baik laki-laki maupun perempuan. Seruan dalam surat Al-Jumuah ayat 9: “Ya Ayyuhallazuina amanu”, kata amanu, artinya orang-orang yang beriman dari laki-laki dan perempuan, bukan hanya laki-laki, sebagaimana kalimat amanu dalam perintah melaksanakan puasa pada bulan ramadhan maka yang wajib melakukan puasa adalah laki-laki dan perempuan.[1] Para ulama sepakat bahwa dengan adanya hadis yang mengecualikan perempuan, perempuan tidak diwajibkan melaksanakan shalat jum’at sebagaimana laki-laki. Akan tetapi, bila ada perempuan yang melakukan shalat jum’at sebagaimana laki-laki diperlukan hadis yang lain menetapkan hal tersebut.[2]
2.      Waktu Pelaksanaan Shalat Wajib
Shalat tidak boleh dilaksanakan disembarang waktu. Allah swt. Dan Rasulullah saw. Telah menentukan waktu-waktu pelaksanaan shalat yang benar menurut syariat Islam. Allah swt. Berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 103 sebagai berikut:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Ayat tersebut menetapkan bahwa shalat dilaksanakan sesuai dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan. Shalat yang lima waktu, memiliki lima waktu yang tertentu. Dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 114 Allah menegaskan sebagai berikut:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.
            Dan ayat tersebut terdapat ketentuan waktu shalat, yaitu:
1.      Tharfin-nahar, yaitu pagi dan petang.
2.      Zulfal-lail, permulaan malam.
Demikian pula, dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 78 sebagai berikut :
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.
Ayat tersebut menetapkan waktu shalat wajib dengan beberapa waktu, yaitu :
1.      Dlukus-Syam, yaitu ketika tergelincir matahari.
2.      Ghasakul-Lail, gelap malam (terbenam matahari); dan
3.      Fajar, waktu subuh.
Ketentuan waktu shalat yang ditetapkan oleh Al-Qur’an menjelaskan bahwa semua pelaksanaan shalat harus sesuai dengan waktu-waktu yang ditetapkan oleh syara’. Waktu ketika matahari tergelincir hanya dimaksudkan untuk shalat zhuhur, sedangkan ketika matahari mulai gelap hingga tak tampak lagi adalah waktu untuk shalat ashar, maghrib, dan isya. Adapun datangnya waktu fajar sebagai pertanda telah diwajibkan melaksanakan shalatg subuh.
Apabila difahami lebih sederhana, pelaksanaan shalat wajib dengan ukuran matahari, adalah pertama untuk shalat zhuhur dan ashar dilaksanakan manakala matahari tergelincir (panas terik sekitar mulai pukul 12.00) sampai matahari mulai teduh dan menjelang terbenam (sekitar pukul 15.00). lalu, ketika matahari tenggelam dan gelap, adalah waktu bagi shalat maghrib dan isya. Saat malam semakin gelap dan datanglah fajar, yaitu sekitar pukul 04.00 pagi sebagai permulaan datangnya waktu shalat subuh.  
Agar lebih sistematis, waktu-waktu shalat wajib adalah sebagai berikut.
1.      Waktu shalat zhuhur : waktu shalat zhuhur dimulai dari tergelincirnya matahari ditengah-tengah langit yang berlangsung sampai dengan bayangan sesuatu sama panjang dengan bayangan saat tergelincirnya matahari.
2.      Waktu shalat ashar : bermula dari bayangan suatu benda telah sama panjang dengan benda itu sendiri, yaitu setelah matahari tergelincir yang berlangsung sampai dengan terbenamnya matahari. Dalam salam salah satu hadis dari Abu Hurairah desebutkan yang arinya :
“Bahwa Nabi telah bersabda, ‘barang siapa masih mendapatkan satu rakaat ashar sebelum matahari terbenam, berarti ia telah mendapatkan shalat ashar’.” (Riwayat Jama’ah dan Baihaqi meriwayatkan dengan kalimat lain, “Barang siapa telah melakukan satu rakaat shalat ashar sebelum matahari terbenam, kemudian melanjutkan sisa shalatnya setelah terbenam, berarti waktu asharnya masih berlaku”.
3.      Waktu shalat maghrib : shalat maghrib dimulai bila matahari telah terbenam dan tersembunyi di balik tirai dan berlangsung sampai terbenam syafak atau awan merah. Dalam hadis Abdullah bin Umar dijelaskan sebagai berikut yang artinya :
“Sesungguhnya Nabi saw. Bersabda, ‘Waktu shalat maghrib ialah bila matahari terbenam dan syafak belum lenyap’.” (H.R. Muslim).
4.      Waktu shalat Isya : waktu shalat Isya dimulai sejak lenyapnya syafak merah sampai seperdua malam. Waktu shalat isya cukup panjang, tetapi sebaiknya sebelum menunaikan shalat isya, jangan tidur, karena apabila kelelapan, waktupun berganti dengan shalat subuh.
Para sahabat melakukan shalat isya di antara terbenamnya mega merah sampai sepertiga malam yang pertama. Rasulullah saw. Bersabda bahwa kalau tidak memberatkan umatku, akan kusuruh para sahabat mengundurkan isya sampai sepertiga atau seperdua malam.[3]
5.      Waktu shalat subuh : waktu shalat subuh dimulai saat terbitnya fajar shadiq dan berlangsung hingga terbit matahari pagi. Ada dua macam terbitnya fajar, yaitu fajar kidzib dan fajar shadiq. Fajar kidzib sebenarnya bukan fajar, melainkan waktu untuk melaksanakan shalat tahajjud, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Muzzammil ayat 1-4 sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ * قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا * نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا * أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”.
Fajar shadiq adalah fajar yang benar, yaitu datangnya waktu untuk melaksanakan shalat subuh. Sebaiknya, sebelum shalat subuh, lakukan shalat sunnat dua rakaat karena Rasulullah saw. Sangat menganjurkannya dan shalat sunnat sebelum subuh hukumnya sunnat ma’akkad.

B.     Macam-Macam Shalat Sunnah
1.      Shalat Sunnah Yang Dikerjakan Sendiri
1.      Shalat Wudhu
Yaitu shalat sunnah dua rakaat yang bisa dikerjakan setiap selesai wudhu, niatnya: Ushalli sunnatal wudlu-I rak’ataini lillahi Ta’aalaa’ artinya : ‘aku niat shalat sunnah wudhu dua rakaat karena Allah  
2.      Shalat Tahiyatul Masjid 
Yaitu shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan ketika memasuki masjid, sebelum duduk untuk menghormati masjid. Rasulullah bersabda “Apabila seseorang diantara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum shalat dua rakaat lebih dahulu” (H.R. Bukhari dan Muslim).

3.      Shalat Dhuha
Adalah shalat sunnah yang dikerjakan ketika matahari baru naik. Jumlah rakaatnya minimal 2 maksimal 12. Dari Anas berkata Rasulullah “Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tarmiji dan Abu Majah).
4.      Shalat Rawatib
Adalah shalat sunnah yang dikerjakan mengiringi shalat fardhu.
a.       Qabliyah: adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib. Waktunya: 2 rakaat sebelum shalat subuh, 2 rakaat sebelum shalat Dzuhur, 2 atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar, dan 2 rakaat sebelum shalat Isya’.
b.      Ba’diyyah: adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu. Waktunya : 2 atau 4 rakaat sesudah shalat Dzuhur, 2 rakaat sesudah shalat Magrib dan 2 rakaat sesudah shalat Isya.
5.      Shalat Tahajud
Adalah shalat sunnah pada waktu malam. Sebaiknya lewat tengah malam. Dan setelah tidur. Minimal 2 rakaat maksimal sebatas kemampuan kita. Keutamaan shalat ini, diterangkan dalam Al-Qur’an. ‘Dan pada sebagian malam hari bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ketempat yang terpuji’(Q.S. Al Isra : 79 ).
6.      Shalat Istikharah 
Adalah shalat sunnah dua rakaat untuk meminta petunjuk yang baik, apabila kita menghadapi dua pilihan, atau ragu dalam mengambil keputusan. Sebaiknya dikerjakan pada 2/3 malam terakhir.
7.      Shalat Hajat
Adalah shalat sunnah dua rakaat untuk memohon agar hajat kita dikabulkan atau diperkenankan oleh Allah SWT. Minimal 2 rakaat maksimal 12 rakaat dengan salam setiap 2 rakaat.
8.      Shalat Mutlaq
Adalah shalat sunnah tanpa sebab dan tidak ditentukan waktunya, juga tidak dibatasi jumlah rakaatnya. ‘Shalat itu suatu perkara yang baik, banyak atau sedikit’ (Al Hadis).
9.      Shalat Taubat
Adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah merasa berbuat dosa kepada Allah SWT, agar mendapat ampunan-Nya.
10.  Shalat Tasbih
Adalah shalat sunnah yang dianjurkan dikerjakan setiap malam, jika tidak bisa seminggu sekali, atau paling tidak seumur hidup sekali. Shalat ini sebanyak empat rakaat, dengan ketentuan jika dikerjakan pada siang hari cukup dengan satu salam, Jika dikerjakan pada malam hari dengan dua salam. Cara mengerjakannya yaitu adalah Niat: ‘Ushalli sunnatan tasbihi raka’ataini lilllahi ta’aalaa’ artinya ‘aku niat shalat sunnah tasbih dua rakaat karena Allah
a. Usai membaca surat Al Fatehah membaca tasbih 15 kali.
b. Saat ruku’, usai membaca do’a ruku membaca tasbih 10 kali
c. Saat ‘itidal, usai membaca do’a ‘itidal membaca tasbih 10 kali
d. Saat sujud, usai membaca doa sujud membaca tasbih 10 kali
e. Usai membaa do’a duduk diantara dua sujud membaca tasbi 10 kali.
f. Usai membaca doa sujud kedua membaca tasbih 10 kali.
Jumlah keseluruhan tasbih yang dibaca pada setiap rakaatnya sebanyak 75 kali. Lafadz bacaan tasbih yang dimaksud adalah sebagai berikut : ‘Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar’ artinya : ‘Maha suci Allah yang Maha Esa. Segala puji bagi Akkah, Dzat yang Maha Agung’.
11.  Shalat Tarawih
Adalah shalat sunnah sesudah shalat Isya’pada bulan Ramadhan. Menegenai bilangan rakaatnya disebutkan dalam hadis. ‘Yang dikerjakan oleh Rasulullah saw, baik pada bulan ramadhan atau lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat’ (H.R. Bukhari). Dari Jabir ‘Sesungguhnya Nabi saw telah shallat bersama-sama mereka delapan rakaat, kemudian beliau shalat witir.’ (H.R. Ibnu Hiban)
Pada masa khalifah Umar bin Khathtab, shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat dan hal ini tidak dibantah oleh para sahabat terkenal dan terkemuka. Kemudian pada zaman Umar bin Abdul Aziz bilangannya dijadikan 36 rakaat. Dengan demikian bilangan rakaatnya tidak ditetapkan secara pasti dalam syara’, jadi tergantung pada kemampuan kita masing-masing, asal tidak kurang dari 8 rakaat. Niat shalat tarawih :‘Ushalli sunnatan Taraawiihi rak’ataini (Imamam/makmuman) lillahi ta’aallaa’ artinya : ‘Aku niat shalat sunat tarawih dua rakaat (imamam/makmum) karena Allah
12.  Shalat Witir
Adalah shalat sunnat mu’akad (dianjurkan) yang biasanya dirangkaikan dengan shalat tarawih, Bilangan shalat witir 1, 3, 5, 7 sampai 11 rakaat. Dari Abu Aiyub, berkata Rasulullah ‘Witir itu hak, maka siapa yang suka mengerjakan lima, kerjakanlah. Siapa yang suka mengerjakan tiga, kerjakanlah. Dan siapa yang suka satu maka kerjakanlah’ (H.R. Abu Daud dan Nasai). Dari Aisyah : ‘Adalah nabi saw. Shalat sebelas rakaat diantara shalat isya’ dan terbit fajar. Beliau memberi salam setiap dua rakaatdan yang penghabisan satu rakaat’ (H.R. Bukhari dan Muslim)

2.      Shalat Sunnah Yang Dikerjakan Berjama'ah
1.      Shalat Hari Raya
Adalah shalat Idul Fitri pada 1 Syawal dan Idul Adha pada 10 Dzulhijah. Hukumnya sunat Mu’akad (dianjurkan). “Sesungguhnya kami telah memberi engkau (yaa Muhammad) akan kebajikan yang banyak, sebab itu shalatlah engkau dan berqurbanlah karena Tuhanmu pada Idul Adha” (Q.S. Al-Kautsar: 1-2). Dan dari Ibnu Umar ‘Rasulullah, Abu Bakar, Umar pernah melakukan shalat pada dua hari raya sebelum berkhutbah.’ (H.R. Jama’ah).
Waktu shalat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari. Syarat, rukun dan sunnatnya sama seperti shalat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa sunnat sebagai berikut:
a.       Berjamaah
b.      Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua
c.       Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
d.      Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
e.       Membaca surat Qaf dirakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua. Atau surat A’la dirakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua.
f.       Imam menyaringkan bacaannya.
g.      Khutbah dua kali setelah shalat sebagaimana khutbah jum’at
h.      Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum-hukum Qurban.
i.        Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya.
j.        Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri dan pada Shalat Idul Adha sebaliknya.
2.      Shalat Khusuf
Adalah shalat sunat sewaktu terjadi gerhana bulan atau matahari. Minimal dua rakaat. Caranya mengerjakannya :
a.       Shalat dua rakaat dengan 4 kali ruku’ yaitu pada rakaat pertama, setelah ruku’ dan I’tidal membaca fatihah lagi kemudian ruku’ dan I’tidal kembali setelah itu sujud sebagaimana biasa. Begitu pula pada rakaat kedua.
b.      Disunatkan membaca surat yang panjang, sedang membacanya pada waktu gerhana bulan harus nyaring sedangkan pada gerhana matahari sebaliknya.
3.      Shalat Istisqa’
Adalah shalat sunat yang dikerjakan untuk memohon hujan kepada Allah SWT. ‘Syarat-syarat mengerjakana Shalat Istisqa :
a.       Tiga hari sebelumnya agar ulama memerintahkan umatnya bertaobat dengan berpusa dan meninggalkan segala kedzaliman serta menganjurkan beramal shaleh. Sebab menumpuknya dosa itu mengakibatkan hilangnya rejeki dan datangnya murka Allah. ‘Apabila kami hendak membinasakan suatu negeri, maka lebih dulu kami perbanyak orang-orang yang fasik, sebab kefasikannyalah mereka disiksa, lalu kami robohkan (hancurkan) negeri mereka sehancur-hancurnya’(Q.S. Al Isra’ : 16).
b.      Pada hari keempat semua penduduk termasuk yang lemah dianjurkan pergi kelapangan dengan pakaian sederana dan tanpa wangi-wangian untuk shalat Istisqa’
c.       Usai shalat diadakan khutbah dua kali. Pada khutbah pertama hendaknya membaca istigfar 9x dan pada khutbah kedua 7x.
Pelaksanaan khutbah istisqa berbeda dengan khutbah lainnya, yaitu :
a.       Khatib disunatkan memakai selendang.
b.      Isi khutbah menganjurkan banyak beristigfar, dan berkeyakinan bahwa Allah SWT akan mengabulkan permintaan mereka.
c.       Saat berdo’a hendaknya mengangkat tangan setinggi-tingginya.
d.      Saat berdo’a pada khutbah kedua, khatib hendaknya menghadap kiblat membelakangi makmumnya

C.    Kedudukan Shalat Sunnah Terhadap Shalat Wajib
Shalat sunah disyariatkan sebagai penambah dan penyempurna (penambal) jika dalam shalat wajib ada hal-hal yang kurang sempurna, di samping ia memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh amal ibadah lainnya. Tentang hal ini diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya sesuatu yang pertama kali dihisab (diperhitungkan) dari amal-amal manusia pada hari kiamat adalah amal ibadah shalat. Rabb kita berkata kepada para malaikat-Nya sementara Dia Maha Mengetahui: "Lihatlah pada shalat hamba-Ku, apakah sempurna atau kurang?" Apabila shalat wajibnya sempurna maka dicatat baginya telah sempurna, dan apabila kurang sesuatu dari shalat wajibnya itu, Allah berfirman: "Lihatlah, apakah hamba-Ku ini memiliki amal ibadah shalat sunah?" Apabila ia memiliki amal ibadah shalat sunah, Allah berfirman: "Sempurnakanlah untuk hamba-Ku shalatnya yang kurang dengan amal ibadah shalat sunahnya itu." Kemudian diambillah amal-amal shalat sunah itu untuk menyempurnakan amal ibadah shalat wajib yang kurang”.[4] (HR. Abu Dawud)
Dalam riwayat dari Abu Umamah disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Allah tidak menyerukan bagi hamba-Nya sesuatu yang lebih utama daripada shalat dua rakaat. Sesungguhnya kebajikan ditebarkan di atas kepada seorang hamba selagi ia dalam shalatnya”. (HR. Ahmad dan Tirmizi)
Dari kedua hadis di atas dapat disimpulkan bahwa shalat sunah memiliki fungsi dan kedudukan penting, yakni Pertama, sebagai penambal (penyempurna) bagi amal ibadah fardu (wajib) apabila kurang sempurna. Kedua, sebagai amal yang paling utama yang mendatangkan kebaikan dan pahala bagi pelakunya.
Dengan demikian, shalat sunah mempunyai fungsi yang sangat besar sekali bagi kesempurnaan ibadah wajib dan bekal hidup di alam akhirat. Imam Allamah Abu Ishak As-Syairaziy berkata: ”Shalat merupakan ibadah badan yang paling utama, karena shalat adalah gabungan beberapa qurbah ibadah yang tidak kita dapat pada ibadah selainnya. Gabungan ibadah tersebut terdiri dari thaharah (bersuci), menghadap kiblat, bacaan, zikir kepada Allah, shalawat kepada Rasulullah SAW, larangan bicara dan banyak bergerak serta larangan khusus lainnya dalam shalat ditambah dengan larangan lain dalam ibadah selainnya. Oleh karena itu, shalat sunnah merupakan ibadah sunah paling utama dibanding ibadah sunah lainnya”.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Semua umat Islam yang sudah baligh diwajibkan melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Shalat lima waktu dimulai dari shalat zhuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh.
·         Shalat Sunnah Yang Dikerjakan Sendiri
1.      Shalat Wudhu
2.      Shalat Tahiyatul Masjid 
3.      Shalat Dhuha
4.      Shalat Rawatib
5.      Shalat Tahajud
6.      Shalat Istikharah 
7.      Shalat Hajat
8.      Shalat Mutlaq
9.      Shalat Taubat
10.  Shalat Tasbih
11.  Shalat Tarawih
12.  Shalat Witir
·         Shalat sunnah yang dikerjakan berjama'ah
1.      Shalat Hari Raya
2.      Shalat Khusuf
3.      Shalat Istisqa’
Shalat sunah memiliki fungsi dan kedudukan penting, yakni Pertama, sebagai penambal (penyempurna) bagi amal ibadah fardu (wajib) apabila kurang sempurna. Kedua, sebagai amal yang paling utama yang mendatangkan kebaikan dan pahala bagi pelakunya.
B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki, untuk kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah tersebut. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Aam. 2005. Bedah Masalah Kontemporer II Ibadah dan Muamalah. Bandung: Khazanah Intelektual.
Hasan, A. 2002. Soal Jawab tentang Berbagai Masalah Agama. Bandung: P.T. Diponegoro.
Oesman, Moerad. 1996. Shalat Sebagai Amal Ibadah Sehari-Hari. Jakarta: Akademika Pressindo.
Ridwan, Hasan. 2009. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia
Sabiq, As-Sayyid. 2009. Fiqh As-Sunnah. Jakarta: Dar Al-Fikr, 




[1] Aam Amiruddin, 2005, Bedah Masalah Kontemporer II Ibadah dan Muamalah, Khazanah Intelektual, Bandung, hlm. 93.
[2] A. Hasan, 2002, Soal Jawab tentang Berbagai Masalah Agama, Diponegoro, Bandung, hlm. 187.
[3] Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 241.
[4] Moerad Oesman, Shalat Sebagai Amal Ibadah Sehari-Hari, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1996, Cet, ke-2, hal. 3.

1 komentar:

Ilmuwan Muslim Klasik

Ilmuwan Muslim Klasik Oleh: kelompok 8 (Muhammad Qudrat S. Ahmad Murdani. Nur Habibah. Sumondang Marito H. Jainuddin Dai) A.     Im...