Selamat Datang di Blog Saya

Selasa, 18 Juli 2017

ISTILAH-ISTILAH HADIS

ISTILAH-ISTILAH HADIS
A.    Hadis
Hadis menurut bahasa (lugah) mempunyai beberapa pengertian yaitu:
-        Jadid berarti yang baru, lawannya Qadim (yang lama). Jamak dari hadis di sini hidas, hudasah, atau hudus.
-        Qarib (yang dekat), yang belum lama terjadi seperti dalam ungkapan:
حَدِيْثُ الْعَهْدِ بِاْلإِسْلَامِ
(Baru masuk Islam)
-        Khabar (warta), atau sesuatu yang diperbincangkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Dari makna inilah diambil ungkapan “Hadis Rasulillah.”
Hadis yang bermakna khabar ini diambil dari kata haddasa, yuhaddisu, tahdis. Yang bermakna riwayat atau ikhbar (mengabarkan). Maka jika ada ungkapan:
حَدَّثَنَا بِحَدِيْثٍ أَيْ أَخْبَرَنَا بِحَدِيْثٍ
(Ia mengabarkan sesuatu khabar kepada kita)
Kata hadis yang bermakna khabar, lebih popular dijamakkan dengan kata ahadis dari bentuk lainnya, yaitu hudsan atau hidsan. Sehingga hadis-hadis dari Rasul dikatakan ahadis Ar-Rasul, tak pernah disebutkan Hudsat Ar-Rasul.
Allah pun menggunakan kata hadis dengan arti khabar seperti dalam firman-Nya:
فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِّثْلِهِ إِنْ كَانُوْا صَادِقِيْنَ (الطور:34)
(Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Qur’an), jika mereka orang-orang yang benar”. (QS. At-Tur:34).
Sedangkan menurut istilah:
a.       Hadis menurut pengertian ahli hadis  dibagi dua, yaitu pengertian hadis yang terbatas dan pengertian hadis yang luas.
Pengertian yang terbatas adalah:
مَا أُضِيْفَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلاً أَوْ فِعْلاً أَوْ تَقْرِيْرًا أَوْ نَحْوَهًا
“Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir), dan yang sebagainya”.
Ta’rif ini mengandung empat unsure, yakni perkataan, perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat atau keadaan Nabi Muhammad saw. Yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada para sahabat dan tidak pula tabi’i.
Sementara menurut pengertian yang luas, hadis tidak hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., tetapi juga mencakup perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’i, sehingga dalam hadis ada istilah marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi), manqul (yang disandarkan kepada sahabat), dan maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’i).
b.      Menurut ahli ushul
Menurut ahli ushul, ialah:
أَقْوَالُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَفْعَالُهُ وَتَقَارِيْرُهُ مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِهِ حُكْمٌ بِنَا
“Segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi yang bersangkut-paut dengan hukum.”
Maka menurut mereka, tidak termasuk hadis sesuatu yang tidak bersangkut-paut dengan hukum, seperti masalah kebiasaan sehari-hari atau adat-istiadat.
B.     Sunnah
Sunnah menurut bahasa adalah jalan yang ditempuh, baik itu terpuji atau tidak terpuji. Sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan ddinamai sunnah walaupun tidak baik.
Sedangkan sunnah menurut istilah ahli hadis ialah: “segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik yang terjadi sebelum Nabi Muhammad saw. Diutus menjadi Rasul maupun sesudahnya”.
Mayoritas ahli hadis (Muhadditsin) menegaskan bahwa sunnah dalam pengertian semacam ini adalah murodif (sinonim) dengan kata hadis.
Makna inilah yang dimaksud dengan kata “sunnah” dalam sabda Nabi saw.:
لَقَدْ تَرَ كْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا, كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Sungguh aku telah tinggalkan dua perkara untukmu, kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang kepada keduannya, yakni kitabullah dan sunnah Rasul-Nya”.
            Lawan dari sunnah dalam pengartian tadi ialah bid’ah. Inilah yang dimaksud oleh hadis:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
“Berpeganglah kamu erat-erat dengan sunnahku dan sunnah khulafa ar-rasyidin setelah aku”
Beberapa pendapat para ulama:
1.      Al-Imam Ibnu Taimiah mengatakan: “Hadis dikala tidak dikaitkan dengan suatu arti, berarti segala yang diriwayatkan dari Nabi, sesudah beliau menjadi Nabi, baik perkataannya, pekerjaannya, maupun ikrarnya”.
2.      Kata Al-Imam Al-Kamal Ibnu Al-Humam: “sunnah adalah segala yang diriwayatkan kepada Nabi, yang berupa perbuatan atau perkataan. Sedangkan hadis, hanya yang berupa perkataan saja”.
3.      Kata Dr. Taufiq: “sunnah menurut bahasa dan istilah ulama salaf ialah khiththah (garis kerja) dan jalan yang diikuti. Maka yang dinamai sunnah Nabi hanyalah jalan yang beliau praktikkan terus-menerus dan diikuti oleh para sahabatnya”.
Jadi, masih menurut Dr. Taufiq, hadis ialah perkataan (pembicaraan) yang diriwayatkan oleh seorang atau dua orang dan lalu mereka saja yang mengetahuinnya, tidak menjadi pegangan atau amalan umum.
Tegasnya, antara sunnah dan hadis ada perbedaan yang tegas. Menamai sunnah dengan hadis, adalah dari istilah para ulama muta’akhirin belaka. Ahli hadis banyak menggunakan kata hadis, sedangkan ahli ushul fiqih banyak memakai kata sunnah.
C.     Khabar dan Atsar
Khabar menurut bahasa ialah “warta berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain”.
Kata khabar adalah bentuk tunggal dan jamaknya adalah akhbar. Sinonim kata khabar adalah naba’ jamaknya anba’. Orang yang banyak memberi khabar disebut khabir.
Sedangkan pengertian khabar menurut istilah ahli hadis adalah “segala bentuk berita, baik yang datang dari Nabi, sahabat Nabi, maupun dari tabi’in”.
Melihat defenisi tadi, maka hadis marfu’, hadis mauquf, dan hadis maqthu’ bisa disebut dengan khabar. Dan oleh karena itu, ada pula yang berpendapat bahwa khabar adalah segala bentuk berita (warta) yang diterima bukan dari Nabi saw. Contoh, hadis yang berbunyi:
بَدَأَ الْإِ سْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَا غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam itu mulanya asing dan akan kembali asing seperti semula, maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing”.
Kalau ditinjau dari defenisi bahwa khabar itu mencakup hadis marfu’, maka hadis tadi dianggap khabar, karena meski diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Hurairah ra. Menurut sebagian para ahli, hadis ini dianggap marfu’.
Pendapat lain mengatakan bahwa khabar lebih umum dari pada hadis, karena khabar bisa mencakup segala hal yang diriwayatkan, baik yang datang dari Nabi maupun dari yang lain, sedangkan hadis khusus bagi yang diriwayatkan dari Nabi saw. Saja.
Adapun pengertian atsar menurut bahasa adalah “bekas atau dampak sesuatu”. Atau sesuatu yang diambil, missal, doa yang diambil langsung kalimat-kalimatnya dari Nabi saw. Disebut dengan doa ma’tsur.
Sementara pengertian atsar menurut istilah mayoritas ahli hadis “sama dengan khabar dan hadis”. Oleh karena itu, seorang ahli hadis sering disebut dengan julukan Atsary.
Para fuqaha (ahli fiqih) menggunakan kata atsar untuk ucapan-ucapan sahabat, tabi’in, ulama salaf dan lain-lain.
Ada yang berpendapat bahwa atsar lebih umum daripada khabar, dengan alasan bahwa atsar mencakup segala berita yang datang dari Nabi dan lainnya, sementara khabar ditujukan kepada berita yang datang dari Nabi saja.
Dari uraian diatas, untuk membedakan mana yang termasuk hadis, khabar, atau atsar seseorang harus mengetahui kedudukan sanad yang menyampaikan matan hadis yang dimaksud, apakah ia bersambung sampai kepada Nabi atau tidak.     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ilmuwan Muslim Klasik

Ilmuwan Muslim Klasik Oleh: kelompok 8 (Muhammad Qudrat S. Ahmad Murdani. Nur Habibah. Sumondang Marito H. Jainuddin Dai) A.     Im...